Cinta Tak Bernama
06.51
CINTA TAK BERNAMA
PART 1
Pagi
ini salah satu SMA favorit di Mataram, mulai ramai dipenuhi para siswa yang
bergegas menuju ke kelas mereka masing-masing. Terlihat sebuah Toyota hitam
berhenti didepan gedung sekolah. Seorang gadis berjilbab keluar dari pintu
depan penumpang dengan ekspresi penuh semangat dan senyuman yang berseri-seri.
“Bismillahirrahmanirrahim…” Ucapnya saat
melangkahkan kaki memasuki sekolah kebanggaannya itu.
Aisyah
Ayudia Inara yang artinya perempuan yang baik, cantik, rendah hati, berkharisma
dan pintar. Arti nama Nara sangat sesuai dengan apa yang ada dalam dirinya.
Gadis yang berumur 16 tahun ini memiliki postur tubuh yang tidak pendek dan
juga tidak tinggi, meskipun tubuhnya selalu tertutup rapat dengan jilbab yang
ia gunakan, namun melalui wajahnya dapat disimpulkan bahwa gadis ini memiliki
kulit yang putih. Mata bulat dan besar yang berbinar-binar dengan Alis yang
tebal, hidung Agak mancung, dan bibir tipis yang selalu tersenyum ramah ke
setiap orang. Nara dikenal sebagai gadis yang rendah hati tapi pemalu dan
pendiam. Bagi mereka yang belum mengenalnya pasti bakalan berpendapat demikian,
tapi tidak dengan mereka yang mengenal Nara luar dan dalamnya.
“Sumpah
ya Ra, sebelum ngenal kamu, aku kira kamu itu orangnya pendiam. Tapi nyatanya
kamu itu cerewet banget ya, lebih cerewet dari aku malah.” Komentar temannya.
Ya
begitulah Nara, terlihat pendiam di depan orang yang tidak dikenalnya. Tapi Dia
bakalan jadi ember juga didepan sahabat-sahabatnya. Mungkin memang sifat dasar
cewek kali ya!!!
Karena
kecantikan dan kepribadiannya inilah tak jarang banyak para lelaki yang jatuh
kedalam pesona seorang Inara, baik itu teman seangkatan ataupun
senior-seniornya. Ada yang menyatakan perasaannya dengan terang-terangan dan
ada pula yang mengaguminya secara diam-diam. Dan Nara pun hanya menanggapinya
dengan senyuman ramahnya. Alhasil para siswi pun geram, marah dan kesal
terhadap dirinya karena Dia merebut perhatian para cowok-cowok. Walaupun para
cowok berlomba-lomba menarik perhatian dan merebut hati Nara agar dapat menjadi
kekasihnya, tetapi semuanya tak berhasil. Nara tidak pernah memiliki kekasih
karena dia tidak mau terikat dengan hubungan yang bernama Pacaran. Meski
demikian bukan berarti Nara tidak pernah merasakan yang namanya Cinta. Dia juga
gadis normal yang bisa jatuh cinta. Dan hal itu Ia rasakan satu tahun yang lalu
saat ia resmi menjadi siswi di sekolah ini.
“Nara!”
panggil seseorang dari belakang dan orang itu mengalungkan lengannya di leher
Nara begitu berjalan disamping Nara.
“Segitu
kangennya ya sama aku?”
“Ehh
bukannya kamu yang kangen sama Dita yang maha manis ini?” Katanya tersenyum
manis memperlihatkan lesung pipinya.
Nara
memutar bola matanya jengah dengan sikap sahabatnya yang sok narsis ini.
Anindita atau biasa dipanggil Dita merupakan sahabat Nara sejak SMP. Gadis
keturunan Jawa ini memiliki tubuh yang sama tingginya dengan Nara. Walau dia
beragama Islam tapi Dita tidak menggunakan jilbab seperti halnya Nara sehingga
memperlihatkan rambutnya yang panjang dan sedikit bergelombang. Dita ini adalah
tipe cewek manis dengan lesung pipi ketika ia tersenyum.
“Bagaimana
liburanmu?” Tanya Nara.
“Tentu
saja menyenangkan, bagaimana denganmu?”
“Mana
oleh-oleh ku?” Minta Nara sambil merentangkan telapak tangannya.
“Bukannya
jawab, malah minta oleh-oleh.” Dengus Dita kesal. Tapi Detik berikutnya, Dita
tersenyum dengan mata berbinar-binar. Dia mendekatkan kepalanya ke Nara, lalu
mencium pipi Nara sekikas.
“Tuh
oleh-olehnya, Kecupan khas jawa.” Kata Dita sambil terkekeh melihat ekspresi
Nara yang terlihat kesal setengah mati. Kemudian Dita kabur dan berlari
menghampiri sahabatnya yang ada didepan madding sekolah.
“Yakkk….Anindita,
Awas kamu ya!!” Geram Nara.
“Ya
Allah, kesucianku telah ternodai. Huhuu…” Katanya mendramatisir keadaan.
Didepan
madding sekolah, dua orang siswi sedang sibuk mencari namanya di kertas. Dua
orang siswi ini adalah Intan dan Lala. Intan dengan tampilan tomboy-nya dan
Lala dengan tampilan feminim-nya.
“Eh,
Tan!” Panggil Dita dengan napas yang terengah-ngah.
“Kita
sekelas ga?” Lanjutnya.
“Mmm.
Kita sekelas.” Jawab Intan tanpa menoleh kearah Dita. Karena tanpa menoleh pun,
Ia sudah tahu siapa pemilik suara itu.
“Tapi
tidak dengan Nara.” Lanjutnya lagi, masih sibuk dengan kertas yang ada di
madding.
“Apa?
Kalian bertiga sekelas dan aku sendirian gitu.” Ucap Nara kesal yang baru saja
datang.
“Yoo
wess…sing sabar, nduk!” Ucap Dita dengan aksen Jawa-nya.
“Mampus
kamu Ra!” Pekik Intan.
“Kenapa?”
Tanya Nara sambil mendekati Intan.
Intan
menatap Nara dengan tatapan horornya.“Kamu sekelas sama tu monyet berandalan!”
“Maksud
kamu Reza?”
“Yaa
iyalah… siapa lagi kalau bukan dia?”
“Wahhh…Reza
si Handsome Boy?” Kali ini yang berkomentar adalah Lala, Gadis blasteran
Jerman-Indo.
TAKKK….
Intan
menjitak dahi Lala. “Handsome dari hongkong.” Ketus Intan.
Nara
tak memperdulikan debatan sahabatnya itu, Namun Ia malah sibuk dengan madding
sekolah. Ia menelusuri nama-nama teman sekelasnya yang tahun ini Ia berada di
kelas XI Ipa 3. Nara terpaku saat matanya menemukan sebuah nama yang tak asing
lagi baginya. Nama yang disegani di sekolah ini. Dan Nama itu pula yang
berhasil membuat dirinya gugup. Dan karena dialah Nara bisa merasakan perasaan
yang selama ini tak pernah Ia rasakan. Jantung Nara berdebar kencang tak karuan
saat mengingat orang ini. Seseorang yang bernama Adrian Pradipta Amzari.
“Aku
sekelas sama dia?” Seru batin Nara.
“Tuhan
ini berkah atau musibah?” lirihnya lagi.
Nara
masih terpaku dan diam memandang madding sekolah. Ketiga sahabatnya yang
menyadari hal ini saling memandang. Mereka berpikir bahwa Nara khawatir dan
takut karena sekelas dengan berandalan kelas kakap -kata Intan- .
“Kamu tenang aja Ra, kalau tu monyet ganggguin
kamu, lapor aja ke aku!!! Biar ku cincang tu monyet.” Kata Intan menenangkan.
“Tuh
monster bakalan kalah dengan pesona seorang ratu Dita, jadi kamu tenang aja
ya!” Ucap Dita sambil mengibas-ngibaskan rambutnya.
“Rambut
kamu bau tau!!!” ejek Intan sambil menutupi hidungnya yang mancung kedalam.
Nara dan Lala pun tersenyum mendengar ejekkan ini.
“Haishhh…”
Desis Dita kesal.
“Yes.
Don’t worry beb. We’ll be there for you. Okay?” dan sekarang giliran Lala
yang memberi semangat.
Nara
menghela napas berat mendengar ucapan-ucapan sahabatnya ini. “Iya ya, aku nggak
apa-apa kok. Ke kelas aja yuk!” Ajak Nara dan ketiga sahabatnya ini mengangguk,
mengiyakan ajakan Nara.
Mereka
berempat berjalan beriringan menuju kelas mereka yang sama-sama berada di
lantai 2. Seperti biasa, Dita berjalan sambil merangkul bahu Nara, dan Intan
berjalan sambil bersiul-siul riang, sedangkan Lala…. Ia sibuk memakan lebih
tepatnnya menghisap lollipop-nya. Mereka itu udah kayak saudara kandung tapi
beda orang tua. Deket bangetlah pokoknya.
“Biarlah
hanya Allah dan Aku yang tahu.” Ucap Nara didalam hati sambil memperhatikan
wajah-wajah sahabat yang Ia sayangi ini.
***
“Fighting Nara.” Ucap Dita sambil mengepal tangannya di
udara saat mereka sampai dilantai 2.
“Fighting juga!” Balas Nara sambil tersenyum. Ia pun
melangkan kakinya menuju ruang kelas yang berada di sebelah utara tangga.
“Ehh kamu mau kemana Ra? Bukannya kelas kita disitu!”
tunjuk Lala ke arah kelas disebelah selatan.
“Hah? Kita kan gak sekelas La.” Tungkas Nara menghentikan
langkahnya di tengah-tengah.
“Emang kita gak sekelas ya?” Tanyanya dengan raut
kesedihan.
“Lola Dodollllll……Dari tadi kita ngomongin itu!!!
Arghhhh…Lama-lama gue geblek juga loo!” teriak Intan karena dongkol dengan
sikap sahabatnya yang satu ini.
“Dodol??? Kamu mau ngasih aku dodol? Wahh…enak tuh!!! Ehh,
nama aku itu LALA, Tan bukan LOLA. Inget ya pake A bukan pakek O.”
“Aduhhh Makkkk,,,,pucing pala intan.” Geram Intan
frustasi.
“Udah,,ikut aku!” lanjutnya lagi sambil memiting leher
Lala.
“Dahh Nara…” Dita melambai-lambaikan tangannya ke Nara
dan dibalas oleh Nara yang masih tertawa kecil melihat ketololan sahabatnya.
Nara menghela napas pendek sebelum berbalik dan berjalan
menuju kelasnya. Suasana didalam kelas XI Ipa 3 masih terlihat lenggang. Apa
mungkin dia nya yang kepagian atau mungkin karena teman-temannya yang belum
move on dari liburan? Entahlah… Nara mengedarkan pandangannya keseluruh penjuru
kelas. Ia mencari bangku yang pas untuknya. Nara sedikit kecewa begitu melihat
bangku depan yang dekat jendela telah terisi. Dan pandannganya teralih ke
bangku sebelahnya.
“Alhamdulillah…” Ucapnya senang. Baru saja Ia ingin
berjalan ke bangku itu, tapi tiba-tiba niat itu Ia urungkan saat melihat siapa
yang duduk di bangku sebelahnya lagi, di bangku deretan cowok. Disana Ia melihat cowok itu duduk dengan wajah yang
tentram dan sibuk dengan buku yang ada dihadapannya. Mungkin kalian akan
berpikir kalau ni cowok kutu buku!!! Ya..kalian memang benar dia kutu buku,
tapi dia beda dengan kutu buku yang biasa kalian temui disekolah. Meskipun dia
suka banget sama yang namanya baca, tapi dia orangnya supel, ramah dan sangat
pintar berkomunikasi. Jadi enyahkanlah pikiran kalian kalau dia kutu buku yang
cupu. Dan karena sifatnya inilah banyak gadis diluar sana yang suka atau kagum
dengannya, selain tampan tentunya.
“Gak…aku gak mungkin duduk disana. Tapi….bangku kedua
udah ada isinya. Masak iya duduk di bangku ketiga?”
“Mungkin lebih baik dibangku ketiga, tapi…”
Lamunannya buyar saat seseorang memanggil namanya.
“Nara!” dan orang yang manggil Nara adalah…..orang yang
tadi kita bicarakan.
“Kamu duduk disini aja, masih kosong kok.” Kata cowok itu
sambil tersenyum.
Senyuman itu….Arghhh….!!!! Nara merasa leleh saat melihat
senyuman yang terukir diwajah tampan cowok itu. *Lebay. Gemuruh perang yang
baru saja reda kini kembali bergemuruh lebih kencang lagi. Jantungnya
benar-benar ribut saat ini, dan kalau udah seperti ini sangat sulit untuk
diajak kompromi.
“Engg…gak deh. Ehh, Iya deh.” Jawab Nara gugup.
“Tuh kan gugup! Ayolah Nara, masak segitu doang gugup!
Fighting!” nyemangatin diri sendiri. Nara mengambil napas sedalam-dalamnya
lalu membuangnya sebelum berjalan ke bangkunya. Saat melangkah, Ia tak lupa
membaca Ta’awudz dan basmalah.
“Aku seneng sekelas denganmu, jadi ada temen diskusi.”
Kata cowok ini begitu Nara menaruh tasnya diatas meja yang berada di samping
mejanya.
Nara tersenyum kaku, “Iya. Aku juga seneng.” Setelah itu
tak ada lagi percakapan diantara mereka. cowok disebelahnya kembali sibuk
dengan bukunya, sementara Nara sibuk dengan pikirannya sendiri.
***
Biasanya di hari pertama sekolah setelah liburan proses
belajar mengajar ditiadakan. Dan bener saja, hari ini tidak ada mata pelajaran.
Meski demikian para siswa tetap tidak diizinkan untu pulang. Alhasil, keadaan
kelas XI Ipa 3 saat ini sangat ribut melebihi ributnya pasar. Meskipun kelas
ini baru dibentuk hari ini, namun sebagian besar mereka sudah saling mengenal
sehingga tak perlu waktu yang lama untuk beradaptasi. Mereka mulai beraksi di posisi masing-masing.
Yang anak cewek langsung ngumpul ditengah-tengh kursi, biasanya itu kelompok
suka gossip. Ada juga yang lebih memilih pergi kekantin dan bagi mereka para
kutu buku akan memilih keperpustakaan. Sementara yang anak cowok mereka
langsung ngumpul dibarisan paling pojok dan sorak-sorak gak karuan. Dan ada
pula yang mukul-mukul meja gak jelas sambil bernyanyi ria yang sangat menganggu
kesejahteraan telinga. Huhhh…dan begitulah masa-masa sekolah.
Sedangkan
Nara lebih memilih keluar kelas. Tanpa teman-temannya, Ia pergi menuju tanah
kosong yang ada dibelakang sekolah untuk mengasingkan diri. Di saat-saat
seperti ini, Nara sangat membutuhkan ketenangan.
Nara duduk disebuah bangku kayu yang cukup panjang. Ia
memejamkan mata menikmati sensasi angin sepoi-sepoi ditempat ini. Tempat ini
sangat sepi, karena memang jarang dikunjungi oleh siswa yang lain. Jadi
ditempat ini, Nara bisa merasakan ketenangan dan terbebas dari hiruk pikuk
keramaian sekolah. Nara menyalakan music melalui Mp3 player-nya. Lagu dari
penyanyi Monita dengan lagu Kekasih Sejati mulai mengalun dengan indah.
Aku
yang memikirkan
Namun
aku tak banyak berharap
Kau
membuat waktuku tersita dengan angan tentangmu
Mencoba
lupakan….tapi ku tak bisa
Mengapa
begini
Oh
mungkin aku bermimpi menginginkan dirimu
Untuk
ada disini menemaniku
Oh
mungkinkah kau yang jadi… kekasih sejatiku
Semoga
tak sekedar harapku….
Nara
tenggelam bersama lagu yang bisa dikatakan menggambarkan perasaannya saat ini.
Bersamaan dengan mengalunnya lagu itu Ia mulai menulis. Menulis segala tentang
dia dalam sebuah buku diary miliknya. Hanya masalah ini yang tak dibagi Nara ke
sahabatnya, karena menurutnya perasaannya ini biarlah hanya tuhan dan dirinya
yang tahu.
“Woiii….Gangguin orang tidur aja!” Sebuah suara terdengar
dan menghentikan Nara dari kegiatan menulisnya.
Nara menoleh kesamping kiri dan kanannya mencari si
pemilik suara, namun Ia tak menemukan siapapun. Ia mulai merasakan hal yang
aneh. Tiba-tiba angin bertiup lebih kencang dari sebelumnya. Nara
mengusap-ngusap tengkuknya yang tak gatal karena bulu kuduknya berdiri pertanda
Ia merinding. Ini adalah kedua kalinya Nara berada disini. Dan di hari pertama
Ia duduk disini, tidak ada apapun yang terjadi. Jadi Nara sama sekali tak
percaya dengan omongan teman-temannya yang mengatakan tempat ini angker, karena
memang tak ada yang pernah datang ketempat ini. Tempat ini adalah tanah kosong
yang berada di belakang sekolah. Dulu tempat ini sempat dijadikan sebagai
taman. Namun karena ada insiden yang tak mengenakkan di tempat ini, karena
itulah pihak sekolah tak lagi menjadikannya sebagai taman. Alhasil tempat ini
tak lagi terurus. Bangku-bangku taman terlihat sudah berkarat dan tak layak
lagi digunakan, kecuali bangku yang Nara duduki. Sedangkan tanaman-tanaman hias
yang ada sudah rusak bukan lagi karena layu tapi tanaman itu mengering dan tak
dapat hidup kembali.
Nara mulai membayangkan sesuatu yang tidak-tidak.
Adegan-adegan di film misteri yang pernah Ia tonton berkelebat didalam otaknya.
Pocong, suster ngesot, kuntilanak dan kawan-kawannya terbayang jelas dalam otak
Nara. Ia bergedik ngeri. Apalagi ditempat yang sepi seperti ini, apapun bisa
saja terjadi.
“Apa iya ada hantu siang bolong gini?” Gumam Nara
sendiri.
“Astagfirullah…Dalam Islam tidak ada yang namanya hantu.
Kata Ummi, hantu itu berasal dari sugesti kita sendiri. Karena sugesti itulah
yang mengakibatkan kita takut dengan sesuatu yang belum tentu ada. Iya benar.
Kamu gak perlu takut Nara.” Ucapnya menenangkan diri. Nara menghela napas lega
dan berniat meneruskan tulisannya. Tetapi…
“Kalau mau nulis surat cinta Jangan disini. Sana pergi
sebelum ku habisi kamu.” Suara itu lagi.
Tangan Nara yang berniat menulis lagi tiba-tiba terhenti
akibat munculnya suara itu lagi. Tangannya yang masih menggenggam bolpoin mulai
bergetar. Bukan hanya itu, kakinya pun ikut bergetar. Keringat dingin perlahan
membasahi wajahnya. Nara berusaha mati-matian mengatasi rasa takutnya. Ia
menggenggam erat bolpoinnya untuk menahan getarannya sendiri. Ia beranikan diri
untuk berbicara.
“Siapa kamu?”
Tak ada jawaban.
“Apa kamu hantu?”
Lagi-lagi tak ada jawaban.
“Kalau kamu memang hantu, maafin aku ya. Aku gak
bermaksud gangguin kamu kok. Sebagai gantinya, aku mau deh temanan sama kamu.
Tapi jangan apa-apa in aku ya.” Kata Nara dengan polosnya.
Kali ini bukan jawaban yang Nara dapatkan melainkan
sebuah kekehan.
“Hantu bisa ketawa juga ya?” Gumam Nara sambil berpikir
karena merasakan kejanggalan.
“Aku ada diatas.”
Deg!!! Nara tersentak kaget. Jantungnya berdegup kencang.
Wajahnya mulai panic. Tangannya sudah basah karena cucuran keringat dingin.
Perlahan Nara mendongakkan wajahnya. Apapun itu Nara siap melihatnya, karena
rasa takut harus dihadapi tidak untuk dinikmati.
“AAaaaaaaaa……..” Teriak Nara begitu mendongak. Ia segera
bangkit dari tempat duduknya sangking terkejut dengan apa yang dilihatnya.
“Hahahaaaa………..” Orang itu tertawa menggelegar melihat
ekspresi terkejut Nara.
Nara teriak bukan melihat hantu, namun diatas sana Ia
melihat seseorang dengan tampilan urak-urakan. Dan hal yang membuat Nara
terkejut adalah orang itu menaikkan kedua kelopak matanya hingga memperlihatkan
bagian dalamnya yang mengakibatkan dirinya terlihat menyeramkan belum lagi
dengan tampilannya yang sangat mendukung. Nara semakin tekejut. Mulutnya
terbuka setengah dan tidak mampu mengucapkan apapun lagi saat orang itu kini
berada tepat dihadapannya. Orang itu melompat dari atas rumah pohon tanpa susah
turun dari tangga.
“Hahahaaa…..muka kamu lucu banget sih.” Katanya
menertawakan Nara.
“Cowok setampan ini kamu anggap hantu? Kamu itu polos
atau emang bloon, hah? Hahaa…”
Nara masih bengong dan tak sadar.
“Ck ck ck….sebegitu gantengnya ya, sampai-sampai kamu
nggak berkedip ngeliatan aku?” Tanyanya sambil merampas buku yang Nara genggam.
Seolah-olah nyawanya baru kembali Nara tersentak kaget
karena bukunya telah dirampas. Nara melihat tangannya yang sudah kosong. Kali
ini Ia sadar akan perbuatan orang yang ada dihadapannya ini.
“Yakk….kembalikan bukuku.” Kata Nara sambil berusaha
merebut bukunya kembali.
Bukannya mengembalikan buku itu, orang ini malah
menjauhkannya dari jangakaun Nara. Ia mengangkat buku itu tinggi-tinggi
menggunakan tangan kirinya. Sedangkan Nara tak mau menyerah begitu saja, Ia
berjinjit berusaha menggapai bukunya. Tak berhasil, Ia menggunakan cara yang
lain, Ia melompat-lompat untuk meraih buku yang sangat berharga baginya. Tetapi
usahanya sama sekali tak berhasil, karena orang yang Ia hadapi memiliki postur
yang jauh lebih tinggi dari pada dirinya.
“Aku….” Cowok ini berusaha membaca tulisan yang tertera
didalam buku itu, namun Ia agak kesulitan karena angin yang berhembus
menerbangkan helaian kertas-kertas itu.
Nara panic dan khawatir. Ia menggigit bibir bawahnya,
berpikir keras bagaimana caranya untuk merebut bukunya lagi jika Ia tak mau
rahasianya terbongkar.
“Mencintainya, A.P.A…..Awwwww” Ia meringis kesakitan
karena tulang keringnya ditendang Nara. Ia menunduk mengusap-ngusap kakinya
yang terkena tendangan. Dan saat itu pula, Nara segera merampas kembali buku
yang memang miliknya.
“Syukurin!” Desis Nara dan Ia segera berlari meninggalkan
tempat ini.
“Yakkk….Gadis aneh!!! Kamu harus tanggung jawab.”
Teriaknya masih memegang kakinya yang kesakitan.
Nara
tetap berlari meninggalkan tempat ini tak menghiraukan panggilan itu. cowok ini
tak lagi kesakitan dan sekarang Ia menatap punggung Nara yang semakin menjauh.
Dan entah karena apa, Ia tersenyum memandang kepergian Nara. Senyuman yang tak
bisa diartikan.
***
NOTE : Cerita ini juga di publish di Wattpad. Silahkan kunjungi akun Wattpadku (@fiiyulk)


0 komentar